Langsung ke konten utama

3 tahun lalu


Akhir-akhir ini lingkungan kampus sudah dibanjiri oleh sekelompok siswi SMA yang mulai melihat-lihat lokasi ujian untuk menghadapi SNMPTN. Wajah polos dan terlihat canggung itu tiba-tiba mengingatkan akan diriku tiga tahun yang lalu.

Saat itu aku duduk di kelas 3 SMA, sama seperti mereka. DI saat kelas 3 SMA selain akan dihadapkan pada ujian akhir kita juga dihadapkan pada penentuan masa depan (begitulah setidaknya yang sering disebut-sebut orang tua ku) intinya adalah bidang apa kelak yang akan ditekuni selepas kuliah nanti. Dokter, insinyur, arsitek, Akuntan, dan sederat profesi lainnya saat itu muncul dalam benakku. Aku dihadapkan pada banyak pilihan jurusan,(karena waktu SMA aku mengambil jurusan IPA)

Teman-temanku yang notabene sesama penganut ilmu alam mulai memilih-milih “wah aku pengen jadi arsitek, aku pengen masuk teknik industry ah,lapangan pekerjaannya luas,” Atau ada juga yang menyelutuk “ aku pengen jadi dokter,,teteeeeep dong cita-citaku dari kecil”

Saat itu aku tidak tahu aku akan memilih apa untuk masa depanku kelak. Lalu sebelum hari penentuan tiba, aku pulang masuk kamar dan mulai berfikir. Aku mulai membuat list jurusan-jurusan yang sekiranya aku sukai bersama kemungkinan-kemungkinan pekerjaan yang akan aku jalani di masa depan. Pertama adalah hubungan internasional. Ya, aku ingin menjadi seorang diplomat. Sejak kelas 1 SMA aku tertarik untuk menjadi diplomat. Rasanya pasti akan sangat menyenangkan menjadi duta bagi Negara, sering ke luar negeri, berhubungan dengan orang yang memiliki budaya yang berbeda tentu akan memperkaya pengetahuanku. Tapi tunggu dulu, kita berfikir yang real saja.. begitu llulus apakah lantas aku langsung akan diptempatkan di deplu? Semudah itukah? Ah kayakanya susah..jangan-jangan nanti aku hanya bekerja sebagai penerjemah bahasa saja (pikiranku saat itu,, padahal menjadi interpreter merupakan pekerjaan yang menakjubkan J )

Pilihan kedua jatuh pada teknik kimia. Ini karena pelajaran itu yang lumayan bisa aku sukai di kelas IPA, dibanding pelajaran-pelakarna lainnya. Tapi nanti aku akan bekerja dimana ya? Uhmm..kimia…laboratorium,,cawan, pipet, tabung reaksi,,oh tidak,,aku tidak menyukai bekerja dengan benda-benda mati seperti itu.. Apalagi kalau aku sampai tersedot dalam kehidupan dimana setiap hari harus bekerja di lab dan membuat reaksi-reaksi,, tidak, aku tidak menyukai itu.

Saat-saat membingungkan seperti itu lalu mataku tertuju pada sebuah buku pink cantik yang tergeletak di kasur “ PEDE aja Lagi” buku pengembangan diri dari Anita Naik. Hmm sebuah buku yang berisi tips-tips seputar kehidupan masa-masa remaja, Tunggu, rasanya aku memiliki banyak buku seperti ini. Lalu aku melirik ke rak buku dan kulihat sederetan judul-judul yang tertata rapi disana “ Teens on seven, Emotional quotient, Stay Strong., Karena Kamu sudah remaja,” make your dreams come true, Chicken soup for teenange, dsb. Yang aku sadari saat itu aku sangat suka sekali hal mengenai pengembangan diri. Aku suka dengan penulis-penulis itu,, lalu ku ambil salah satu buku disana, kulihat biografi pengarangnya John C Friel dan Linda D Friel adalah sepasang suami istri yang berprofesi sebagai psikolog. Mereka menangani terapi individu dan keluarga.

Yang dari situ awalnya ketertarikanku berasal. Aku menyukai buku-buku yang mereka buat, pengembangan diri, self help, dsb. Sepertinya asyik dan sangat menyenangkan bekerja dengan orang lain. Tiap pribadi itu unik, namun tidak semua bisa memahami keunikan itu. MAnusia dengan segala kelenihan dan kekurangnnya, sifat-sifat manusia, karakter kepribadian.. woaw..aku sangat menyukai hal itu. Ya, se simple itulah pertimbanganku saat itu. Hanya karena aku sangat menyukainya akhirnya kuputusakan untuk mengambil jurusan itu. Psikologi ^^


Komentar

Postingan populer dari blog ini

cita-citaku

href="file:///C:%5CUsers%5Cjust2dat%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"> Seperti kebanyakn orang, kita mungkin punya cita-cita setelah lulus dari perguruan tinggi. Sebenarnya para orang tua dan guru seringkali mencekoki dengan mengatakan bahwa jika kita tidak mempunyai cita-cita, maka kita tidak akan mencapai apa yang kita inginkan. Memang cita-cita merupakan pendorong yang terbesar. Cita-cita harus memberikan inspirasi kepada kita. Harus mampu membuat kita ingin memanfaatkan hari-hari dengan semaksimal mungkin dan berusaha meraihnya dnegan penuh semangat. Tetapi membaca daftar cita-cita setiap hari bisa membuat kita ketakutan (kata di buku loh). Bagaimana tidak, kalau anda terus diingatkan akan hal-hal yang ingin kita capai padahal jalan yang harus ditempuh masih panjang? HAsilnya, kita mungkin akan putus asa dan berkecil hati. Membuat daftar...

The stay-at hum-mom

Tadi siang saya melihat acara di salah satu stasiun swasta yang membahas tentang bayi. Segala tumbuh kembang bayi dan anak. Mulai dari pijat bayi untuk melatih motorik anak, makanan bayi sehat, training baby languange,sampai cara pemberian ASI yang benar. Acara yang dipandu oleh wanita muda itu mewawancarai  sekumpulan ibu-ibu muda cantik yang datang ke tempat training baby languange tersebut. RAsanya sangat senang melihat raut wajah para ibu tersebut. Mereka semua adalah seorang ibu yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk keluarga, dimana menjadi full time mom adalah pilihannya. Tidak mudah untuk mengambil keputusan tersebut. Di jaman yang serba modern seperti ini dimana berkarier bukan menjadi keharusan karena untuk menambah penghasilan rumah tangga, tapi berkarier sebagai bentuk pencapaian kesuksesan dan aktualisasi diri bagi sebagian orang. Kulihat ibu-ibu muda tersebut cerdas dan benar-benar tulus mengurus bayinya. Di lain waktu saya pernah melihat acara serupa tentang ...

a young teenage

Adikku laki-laki yang pertama sekarang sudah menginjak usia 14 tahun. Perubahan-perubahan sudah mulai nampak pada dirinya, baik fisik maupun secara emosional. Aku pun mulai menyadari bahwa aku tidak bisa meperlakukan adikku sama seperti ia masih SD. Dunianya mulai meluas. Ia tidak hanya terikat dengan suatu lingkungan utama yaitu keluarga tapi juga sudah mulai melepaskan diri dan intens berhubungan dengan teman sebaya dibanding keluarga. Jujur, pada awalnya aku khawatir. Aku takut ia mendapat teman yang tidak benar. Untuk itu setiap akhir pekan saat ia di rumah aku selalu bertanya tentang kehidupan di asramanya. Siapa saja teman-temannya, kegiatan apa saja yang suka mereka lakukan dsb. Tapi mungkin cara bertanyaku salah. Aku bukan bertanya "ingin mengetahui dan tertarik dengan kehidupannya", namun seolah-olah aku bertanya dengan nada interogasi, dan tentu s aja itu yang membuatnya enggan bercerita padaku.. kuamati tingkah lakunya belakangan ini. Ia mulai menyenangi musik, apa...