Langsung ke konten utama

membahas tentang rumah tangga

Meskipun saya belum berumah tangga, tapi ingin sesekali saya mengupas tentang ke rumah-tanggaan di sini.. ho..ho.. Walau sudah mendapat pelajaran ilmu manajemen, konseling keluarga dan perkawainan, sepertinya menerapkan dilapangan, khususnya ketika berumah tangga  memerlukan banyak ketrampilan dan seni, maklum yang diatur adalah manusia, yang pada dasarnya masing-masing makhluk yang bernama manusia ini punya sifat yang “unik” yang berbeda antara satu dan lainnya. Walau kelihatannya sepele, manajemen rumah tangga membutuhkan kemauan dari kedua belah pihak,  komunikasi dua arah antara suami dan isteri.

Anyway..Pada awal memasuki rumah tangga, ada baiknya jika pasangan  mau membagi tugas, apa yang menjadi tugas suami, tugas isteri, dan keputusan apa yang harus didiskusikan berdua, atau bisa diputus sendiri. Ini hal yang terlihat sepele, namun jika tidak dibicarakan secara tuntas, bisa menimbulkan kesalah pahaman.  Terkadang, perempuan menganggap bahwa pasangan kita mengerti apa yang kita inginkan, namun siapa sih yang bisa mengerti keinginan orang lain, kalau tidak diutarakan secara terbuka. Mungkin saja kita memahami keinginan pasangan, jika kita mengenal pasangan sudah lama, namun pacaran lama tidak menjamin kita sudah mengenal karakter suami atau isteri, bahkan terkadang yang terlihat hanya kebaikannya saja, sehingga saat dijumpai kelemahan pasangan, maka kita bisa terkaget-kaget.

Masing-masing rumah tangga, mempunyai budaya rumah tangga sendiri, kebiasaan-kebiasaan yang berbeda.  Bagi anak yang dilahirkan dari satu ayah ibu saja, bisa berbeda karakternya, apalagi pasangan yang berasal dari orangtua yang berbeda, hal ini perlu penyesuaian. Ada kata kunci dari para orangtua yang penting kita ingat….”agar kita lebih ingin membahagiakan pasangan, daripada kita ingin dibahagiakan.” Dan bahagia itu tidak dicari, namun harus dibuat, masing-masing pasangan masih mempunyai hobi yang positif, dan masih bisa bergerak fleksibel. Pasangan yang membatasi gerakan pasangannya, akan mengikat pasangannya dalam ketidakbahagiaan. Jadi, jangan membandingkan rumah tangga kita dengan rumah tangga orang lain, karena apa yang kita sepakati dengan pasangan, itulah kuncinya. Mungkin kita melihat ada pasangan yang terlihat rukun, setiap hari pergi pulang kantor selalu berdua, dan kita ingin hal seperti itu juga berlaku pada diri rumah tangga kita. Tentu saja, kita mesti melihat karakter pasangan, karena orang yang terlihat selalu bersama-sama juga mempunyai kesulitan sendiri dan harus saling bertenggang rasa. Untuk pergi bersama-sama ke kantor tak ada masalah jika lokasi kantor se arah, namun jika arahnya berlawanan akan memunculkan masalah karena harus berangkat lebih pagi. Pada saat suami menjemput, ternyata isteri masih harus rapat dengan atasan sampai malam, padahal suami juga ada pekerjaan yang harus segera dikerjakan. Beruntung jika di dekat kantor isteri ada cafe, dimana suami bisa menunggu sambil mengerjakan pekerjaan rumahnya. Namun, kebersamaan ini juga penting, hanya perlu disepakati kedua belah pihak, dan dinilai plus minusnya.

Lalu, ada baiknya tetap memberikan ruang pada pasangan untuk menyalurkan hobi, untuk meniti karirnya. Pasangan yang berkualitas dan bertahan lama, jika masing-masing pasangan punya ruang untuk tetap membina hubungan sosialisasi, entah dengan sahabat lama, maupun teman-teman kantor. Hubungan antara pasangan dapat bertahan lama, jika pasangan dapat menjaga keseimbangan hubungan, kapan bersikap sebagai kami, dan kapan bersifat sebagai aku atau individu. Pada saat berstatus sebagai pekerja di perusahaan maka menuntut perasaan sebagai “aku” karena kinerja tergantung dari kemampuan “aku” ini, dan kemampuan “aku” ini yang dinilai oleh perusahaan.  Contohnya, untuk seseorang yang berkarir di perusahaan, ada etika untuk menjaga rahasia perusahaan, maka dia tak bisa menceritakan masalah yang ada di perusahaan bahkan pada pasangannya sendiri. Di sisi lain, pasangan bisa bersikap sebagai “kami” saat melakukan kunjungan kekeluargaan ataupun sosialisasi di masyarakat.

Sawitri S.S. (Kompas, 22 Nop 2010), menjelaskan, pada satu sisi kita ingin menjadi individu yang terpisah, berdiri sendiri, artinya menjadi seseorang yang mampu memperoleh kepuasan atas upaya diri sendiri, tetapi di sisi lain kita mencari keterikatan dan keintiman dengan orang lain, seperti halnya perasaan memiliki dan dimiliki dalam ikatan perkawinan, keluarga, atau kelompok. Hal yang perlu kita cermati adalah apabila pasangan perkawinan berada dalam rentang ketidakseimbangan perpisahan dan kebersamaan, maka pasangan tersebut menghadapi masalah yang cukup serius.
 Teman saya menggambarkan, perkawinan yang langgeng adalah jika masing-masing pasangan berbahagia, masih punya ruang untuk diri sendiri, dan merasakan kebersamaan bersama keluarga.

Taken from many sources (kompas, edratna (2010) Manajemen rumah tangga, curhatan teman,dll)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

cita-citaku

href="file:///C:%5CUsers%5Cjust2dat%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"> Seperti kebanyakn orang, kita mungkin punya cita-cita setelah lulus dari perguruan tinggi. Sebenarnya para orang tua dan guru seringkali mencekoki dengan mengatakan bahwa jika kita tidak mempunyai cita-cita, maka kita tidak akan mencapai apa yang kita inginkan. Memang cita-cita merupakan pendorong yang terbesar. Cita-cita harus memberikan inspirasi kepada kita. Harus mampu membuat kita ingin memanfaatkan hari-hari dengan semaksimal mungkin dan berusaha meraihnya dnegan penuh semangat. Tetapi membaca daftar cita-cita setiap hari bisa membuat kita ketakutan (kata di buku loh). Bagaimana tidak, kalau anda terus diingatkan akan hal-hal yang ingin kita capai padahal jalan yang harus ditempuh masih panjang? HAsilnya, kita mungkin akan putus asa dan berkecil hati. Membuat daftar...

The stay-at hum-mom

Tadi siang saya melihat acara di salah satu stasiun swasta yang membahas tentang bayi. Segala tumbuh kembang bayi dan anak. Mulai dari pijat bayi untuk melatih motorik anak, makanan bayi sehat, training baby languange,sampai cara pemberian ASI yang benar. Acara yang dipandu oleh wanita muda itu mewawancarai  sekumpulan ibu-ibu muda cantik yang datang ke tempat training baby languange tersebut. RAsanya sangat senang melihat raut wajah para ibu tersebut. Mereka semua adalah seorang ibu yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk keluarga, dimana menjadi full time mom adalah pilihannya. Tidak mudah untuk mengambil keputusan tersebut. Di jaman yang serba modern seperti ini dimana berkarier bukan menjadi keharusan karena untuk menambah penghasilan rumah tangga, tapi berkarier sebagai bentuk pencapaian kesuksesan dan aktualisasi diri bagi sebagian orang. Kulihat ibu-ibu muda tersebut cerdas dan benar-benar tulus mengurus bayinya. Di lain waktu saya pernah melihat acara serupa tentang ...

a young teenage

Adikku laki-laki yang pertama sekarang sudah menginjak usia 14 tahun. Perubahan-perubahan sudah mulai nampak pada dirinya, baik fisik maupun secara emosional. Aku pun mulai menyadari bahwa aku tidak bisa meperlakukan adikku sama seperti ia masih SD. Dunianya mulai meluas. Ia tidak hanya terikat dengan suatu lingkungan utama yaitu keluarga tapi juga sudah mulai melepaskan diri dan intens berhubungan dengan teman sebaya dibanding keluarga. Jujur, pada awalnya aku khawatir. Aku takut ia mendapat teman yang tidak benar. Untuk itu setiap akhir pekan saat ia di rumah aku selalu bertanya tentang kehidupan di asramanya. Siapa saja teman-temannya, kegiatan apa saja yang suka mereka lakukan dsb. Tapi mungkin cara bertanyaku salah. Aku bukan bertanya "ingin mengetahui dan tertarik dengan kehidupannya", namun seolah-olah aku bertanya dengan nada interogasi, dan tentu s aja itu yang membuatnya enggan bercerita padaku.. kuamati tingkah lakunya belakangan ini. Ia mulai menyenangi musik, apa...